Selamat Natal Menurut Al-Qur’an

Selamat Natal Menurut Al-Qur’an
oleh Dr. M. Quraish Shihab

Sakit perut menjelang persalinan, memaksa Maryam bersandar ke pohon kurma. Ingin rasanya beliau mati, bahkan tidak pernah hidup sama sekali. Tetapi Malaikat Jibril datang menghibur: “Ada anak sungai di bawahmu, goyangkan pangkal pohon kurma ke arahmu, makan, minum dan senangkan hatimu. Kalau ada yang datang katakan: ‘Aku bernazar tidak bicara.’

“Hai Maryam, engkau melakukan yang amat buruk. Ayahmu bukan penjahat, ibumu pun bukan penzina,” demikian kecaman kaumnya, ketika melihat bayi di gendongannya. Tetapi Maryam terdiam. Beliau hanya menunjuk bayinya. Dan ketika itu bercakaplah sang bayi menjelaskan jati dirinya sebagai hamba Allah yang diberi Al-Kitab, shalat, berzakat serta mengabdi kepada ibunya. Kemudian sang bayi berdoa: “Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali.”

Itu cuplikan kisah Natal dari Al-Quran Surah Maryam ayat 34. Dengan demikian, Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan selamat Natal pertama dari dan untuk Nabi mulia itu, Isa a.s.

Terlarangkah mengucapkan salam semacam itu? Bukankah Al-Quran telah memberikan contoh? Bukankah ada juga salam yang tertuju kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga Ilyas, serta para nabi lainnya? Setiap Muslim harus percaya kepada Isa a.s. seperti penjelasan ayat di atas, juga harus percaya kepada Muhammad saw., karena keduanya adalah hamba dan utusan Allah. Kita mohonkan curahan shalawat dan salam untuk. Mereka berdua sebagaimana kita mohonkan untuk seluruh
nabi dan rasul. Tidak bolehkah kita merayakan hari lahir (natal) Isa a.s.? Bukankah Nabi saw. juga merayakan hari keselamatan Musa a.s. dari gangguan Fir’aun dengan berpuasa ‘Asyura, seraya bersabda, “Kita lebih wajar merayakannya daripada orang Yahudi pengikut Musa a.s.”

Bukankah, “Para Nabi bersaudara hanya ibunya yang berbeda?” Seperti disabdakan Nabi Muhammad saw.? Bukankah seluruh umat bersaudara? Apa salahnya kita bergembira dan menyambut kegembiraan saudara kita dalam batas kemampuan kita, atau batas yang digariskan oleh anutan kita? Demikian lebih kurang pandangan satu pendapat.

Banyak persoalan yang berkaitan dengan kehidupan Al-Masih yang dijelaskan oleh sejarah atau agama dan telah disepakati, sehingga harus diterima. Tetapi, ada juga yang tidak dibenarkan atau diperselisihkan. Disini, kita berhenti untuk merujuk kepercayaan kita.

Isa a.s. datang mermbawa kasih, “Kasihilah seterumu dan doakan yang menganiayamu.” Muhammad saw. datang membawa rahmat, “Rahmatilah yang di dunia, niscaya yang di langit merahmatimu.” Manusia adalah fokus ajaran keduanya; karena itu, keduanya bangga dengan kemanusiaan.

Isa menunjuk dirinya sebagai “anak manusia,” sedangkan Muhammad saw. diperintahkan oleh Allah untuk berkata: “Aku manusia seperti kamu.” Keduanya datang membebaskan manusia dari kemiskinan ruhani, kebodohan, dan belenggu penindasan. Ketika orang-orang mengira bahwa anak Jailrus yang sakit mati, Al-Masih yang menyembuhkannya meluruskan kekeliruan mereka dengan berkata, “Dia tidak mati, tetapi tidur.” Dan ketika terjadi gerhana pada hari wafatnya putra Muhammad, orang berkata: “Matahari mengalami gerhana karena kematiannya.” Muhammad saw. lalu menegur, “Matahari tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seorang.” Keduanya datang membebaskan manusia baik yang kecil, lemah dan tertindas -dhu’afa’ dan al-mustadh’affin dalam istilah Al-Quran.

Bukankah ini satu dari sekian titik temu antara Muhammad dan Al-Masih? Bukankah ini sebagian dari kandungan Kalimat Sawa’ (Kata Sepakat) yang ditawarkan Al-Quran kepada penganut Kristen (dan Yahudi (QS 3:64)? Kalau demikian, apa salahnya mengucapkan selamat natal, selama akidah masih dapat dipelihara dan selama ucapan itu sejalan dengan apa yang dimaksud oleh Al-Quran sendiri yang telah mengabadikan selamat natal itu?

Itulah antara lain alasan yang membenarkan seorang Muslim mengucapkan selamat atau menghadiri upacara Natal yang bukan ritual. Di sisi lain, marilah kita menggunakan kacamata yang melarangnya.

Agama, sebelum negara, menuntut agar kerukunan umat dipelihara. Karenanya salah, bahkan dosa, bila kerukunan dikorbankan atas nama agama. Tetapi, juga salah serta dosa pula, bila kesucian akidah ternodai oleh atau atas nama kerukunan.

Teks keagamaan yang berkaitan dengan akidah sangat jelas, dan tidak juga rinci. Itu semula untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman. Bahkan Al-Q!uran tidak menggunakan satu kata yang mungkin dapat menimbulkan kesalahpahaman, sampai dapat terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak disalahpahami. Kata “Allah,” misalnya, tidak digunakan oleh Al-Quran, ketika pengertian semantiknya yang dipahami masyarakat jahiliah belum sesuai dengan yang dikehendaki Islam. Kata yang digunakan sebagai ganti ketika itu adalah Rabbuka (Tuhanmu, hai Muhammad). Demikian terlihat pada wahyu pertama hingga surah Al-Ikhlas. Nabi saw. sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun bertanya, “Dimana Tuhan?” Tertolak riwayat sang menggunakan redaksi itu karena ia menimbulkan kesan keberadaan Tuhan pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil pula diucapkan oleh Nabi. Dengan alasan serupa, para ulama bangsa kita enggan menggunakan kata “ada” bagi Tuhan, tetapi “wujud Tuhan.”

Natalan, walaupun berkaitan dengan Isa Al-Masih, manusia agung lagi itu, namun ia dirayakan oleh umat Kristen yang pandangannya terhadap Al-Masih berbeda dengan pandangan Islam. Nah, mengucapkan “Selamat Natal” atau menghadiri perayaannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat mengantar kepada pengaburan akidah. Ini dapat dipahami sebagai pengakuan akan ketuhanan Al-Masih, satu keyakinan yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam. Dengan
kacamata itu, lahir larangan dan fatwa haram itu, sampai-sampai ada yang beranggapan jangankan ucapan selamat, aktivitas apa pun yang berkaitan dengan Natal tidak
dibenarkan, sampai pada jual beli untuk keperluan Natal.

Adakah kacamata lain? Mungkin!

Seperti terlihat, larangan ini muncul dalam rangka upaya memelihara akidah. Karena, kekhawatiran kerancuan pemahaman, agaknya lebih banyak ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan kabur akidahnya. Nah, kalau demikian, jika ada seseorang yang ketika mengucapkannya tetap murni akidahnya atau mengucapkannya sesuai dengan kandungan “Selamat Natal” Qurani, kemudian mempertimbangkan kondisi dan situasi dimana hal itu diucapkan, sehingga tidak menimbulkan kerancuan akidah baik bagi dirinya ataupun Muslim yang lain, maka agaknya tidak beralasan adanya larangan itu. Adakah yang berwewenang melarang seorang membaca atau mengucapkan dan menghayati satu ayat Al-Quran?

Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS. 34:24-25 [Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”]. Kalaupun non-Muslim memahami ucapan “Selamat Natal” sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang
memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang
membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan.

Dostojeivsky (1821-1881), pengarang Rusia kenamaan, pernah berimajinasi tentang kedatangan kembali Al-Masih. Sebagian umat Islam pun percaya akan kedatangannya kembali. Terlepas dari penilaian terhadap imajinasi dan kepercayaan itu, kita dapat memastikan bahwa jika benar beliau datang, seluruh umat berkewajiban menyambut dan mendukungnya, dan pada saat kehadirannya itu pasti banyak hal yang akan beliau luruskan. Bukan saja sikap dan ucapan umatnya, tetapi juga sikap dan ucapan umat Muhammad saw. Salam sejahtera semoga tercurah kepada beliau, pada hari Natalnya, hari wafat dan hari kebangkitannya nanti.

Wallahua’lam

MEMBUMIKAN AL-QURAN
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
Dr. M. Quraish Shihab
Penerbit Mizan, Cetakan 13, Rajab 1417/November 1996
Jln. Yodkali 16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 – Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

rujukan
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Natal.html

19 pemikiran pada “Selamat Natal Menurut Al-Qur’an

  1. Beautiful MashaAllah!

    Indeed the correct way of understanding the real Islam is to refer to the Holy Quran as the basis for all knowledge and then understanding the Sunnah and Hadith in its light. Anything that cannot be linked back to the Quran cannot be declared an integral part of Islam. We must be very careful when we assume that something is or is not part of Islam. Allah has protected the Holy Book for this very purpose that no matter how much time passes the word of Allah remains pure and provides guidance to those who truly want to submit to his will and stay on course to becoming true Muslims.
    The values, injunctions, and the principles enshrined in the Book form the corner stone of the Islamic polity and the limits laid down by it provide the framework within which the laws of the Islamic State may be formulated. These principles, or limits, or framework, are immutable, but the statutes made by the State within these four corners are open to modification and change according to the needs of the times.

    The Qurโ€™an is the last of the Divine Books, because Messenger-hood ended with Muhammad. No subsequent human opinion or pronouncement in matters of deen, therefore, can be recognized as authoritative; nor can any man-made law repugnant to the Qurโ€™an be regarded as binding upon the Muslims. The Qurโ€™an is a book of guidance for all mankind and transcends the barriers of time and space. The Islamic State is an instrument for the enforcement of the Laws and Injunctions embodied in the Qurโ€™an.
    May Allah guide us and have mercy on us. Ameen.
    http://www.quransunnat.com

  2. Ping balik: Halah

  3. Selain ada fatwa yang mengharamkannya, juga mengucapkannya saat ini jadi akan salah waktu. Sebab Nabi Isa ‘alaihissalam tidak lahir pada tanggal 25 Desember, beliau lahir di musim panas saat kurma berbuah, sebagaimana isyarat di dalam ayat Al-Quran saat Ibunda Maryam melahirkannya di bawah pohon kurma. Saat itu Allah SWT berfirma kepadanya:

    Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu (QS. Maryam: 25)

    Jelas sekali Nabi Isa lahir di saat buah kurma masak, dan itu tidak terjadi di musim salju. Kecuali kalau mau dipaksakan sebuah kebohongan baru lagi. Misalnya dikatakan bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam merupakan penduduk Australia yang berada di Selatan Katulistiwa, di mana tanggal 25 Desember seperti sekarang ini di sana justru sedang musim panas. Tapi itupun salah, sebab di Australia tidak ada pohon kurma, yang ada mungkin pohon kaktus.

    Atau bisa saja lahirnya nabi Isa tetap pada tanggal 25 Desember, tetapi syaratnya kejadiannya harus di Indonesia, karena pada tanggal seperti itu di Indonesia tidak ada musim panas atau musim dingin. Di Indonesia ada musim duren. Tapi yang disebutkan di dalam Al-Quran adalah buah kurma, bukan buah duren. Lagian, masak Maryam sehabis melahirkan malah makan duren?

  4. assalamualaikum Wr.Wb

    mengucapkan dengaN mengingat kelahiran nabi isa sih menurut saya boleh tapi kalo mengucap selamat natal untuk orang kristen sih ga banget

  5. Selamat merayakan natal bagi yang merayakan.

    Selamat membicarakan tentang natal bagi yang sedang membicarakan (menulis & membaca).

    Ya. Selamat deh.

  6. penyusunan kata yang ambigu…. apalagi paragraf terakhir….
    “Dostojeivsky (1821-1881), pengarang Rusia kenamaan, pernah berimajinasi tentang kedatangan kembali Al-Masih. Sebagian umat Islam pun percaya akan kedatangannya kembali. Terlepas dari penilaian terhadap imajinasi dan kepercayaan itu, kita dapat memastikan bahwa jika benar beliau datang, seluruh umat berkewajiban menyambut dan mendukungnya, dan pada saat kehadirannya itu pasti banyak hal yang akan beliau luruskan.”

    Apalagi yang ini :
    “Bukan saja sikap dan ucapan umatnya, tetapi juga sikap dan ucapan umat Muhammad saw. Salam sejahtera semoga tercurah kepada beliau, pada hari Natalnya, hari wafat dan hari kebangkitannya nanti.”

    Perlu diragukan kepercayaan dan argumentasi penulis…………
    Be Careful dude !

  7. Saya pribadi tidak masalah mengucapkan selamat Natal kepada teman beragama lain kalau itu membuatnya bahagia. Kalaupun dikatakan itu dosa, saya akan berbuat baik kepada orang lain sehingga Insya Allah berpahala untuk menggantinya. Saya hanya ingin membuat orang lain bahagia, sederhana saja…

  8. Marilah kita menuju kalimat yang sama bahwa kita tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Putra Maryam manusia yang sangat mulai di dunia dan akhirat, dia diberkati pada hari kelahirannya, pada hari kematiannya, dan pada hari dibangkitkan kembali.

  9. Selamat malam… ๐Ÿ™‚
    Ehem, saya cuma mau mengomentari..
    Menurut Al-Quran, Maria(Maryam) melahirkan di bawah pohon kurma, dan biasanya pohon kurma itu adanya di musim panas.
    Bukan dengan begitu Tuhan Yesus(Nabi Isa โ€˜alaihissalam) tidak lahir pada 25 Desember.

    Memang menurut Alkitab tidak dicantumkan bulan, maupun tanggal ketika TUHAN lahir, tapi menurut Alkitab, Maria(Maryam) tidak lahir di bawah pohon kurma, melainkan di palungan.

    Dan menurut ibu saya.. di sekitar Bethlehem tak mungkin ada salju…

    Ah, tapi kalau umumnya 25 Desember, mau anda ubah? Jika anda ingin benar-benar protes, kenapa anda tidak ke Bethlehem saja untuk protes?

    Saya hanya mengomentari yang protes, kok :<

  10. Tambahan :
    Tapi, kalau ada memang tidak setuju dengan saya, silahkanlah. Saya tidak akan menuntut anda apa-apa.

    Lagipula, saya bukan umat Islam,
    Selamat Natal dan Tahun Baru…

  11. Numpong corot-corot..
    mao lengkop klok ajo blogko…(www.almaidany.wordpress.com) untok kito semuo……

    Bismillahirrahmanirrahim
    Jawabannya: Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijmaโ€™. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya โ€Ahkamu Ahlidz-dzimmahโ€, beliau berkata: โ€œBahwa mengucapkan selamat terhadap syiโ€™ar-syiโ€™ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata, โ€œSelamat Hari Rayaโ€, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya. Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh ke dalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan selamat atas sujudnya mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka dosanya lebih besar di sisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan dosa, atau bidโ€™ah, atau kekafiran, berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan ALLAH.โ€ โ€“Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul Qoyyim rahimahullah)โ€“

    (Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syiโ€™ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Taโ€™ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Taโ€™ala berfirman,
    ุฅูู†ู’ ุชูŽูƒู’ููุฑููˆุง ููŽุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุบูŽู†ููŠู‘ูŒ ุนูŽู†ู’ูƒูู…ู’ ูˆูŽู„ุงูŽ ูŠูŽุฑู’ุถูŽู‰ ู„ูุนูุจูŽุงุฏูู‡ู ุงู„ู’ูƒููู’ุฑูŽ ูˆูŽุฅูู†ู’ ุชูŽุดู’ูƒูุฑููˆุง ูŠูŽุฑู’ุถูŽู‡ู ู„ูŽูƒูู…ู’
    Artinya : โ€œJika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.โ€ [QS Az Zumar 39: 7].

    Dan Dia Subhanahu wa Taโ€™ala berfirman,
    ุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุฃูŽูƒู’ู…ูŽู„ู’ุชู ู„ูŽูƒูู…ู’ ุฏููŠู†ูŽูƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽุชู’ู…ูŽู…ู’ุชู ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ู†ูุนู’ู…ูŽุชููŠ ูˆูŽุฑูŽุถููŠุชู ู„ูŽูƒูู…ู ุงู„ุฅูุณู’ู„ุงูŽู…ูŽ ุฏููŠู†ู‹ุง
    Artinya : โ€œPada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.โ€ [QS Al Maaidah: 3]

  12. Islam adalah rahmat bagi semesta. Kata Nabi perbedaan adalah rahmat. Arti dari ‘rahmat’ adalah cinta kasih/ kasih sayang. Itulah Islam – agama yang berlandaskan pada kasih sayang, sebagaimana seorang Muslim mengucap bismillah.. ‘dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’,sebelum memulai suatu aktifitas. Memberi selamat Natal kepada yang merayakannya adalah wujud kasih sayang. Tidak menuduh agama lain salah, sesat, ataupun kafir adalah wujud kasih sayang. Berhati-hatilah dengan orang-orang yang suka mengajak pada kebencian, walau dibungkus dengan dalil-dalil agama. Pemahamannya tentang agama yang demikian itu sesungguhnya adalah cerminan wataknya yang keras, yang belum mengenal kelemah-lembutan.Belum mengenal Ar-rahman Ar-rahim.

  13. Assalamu’alaikum wr wb

    Mohon maaf saya tidak bisa berkata banyak. Saya hanya ingin mengemukakan pendapat saya, setuju atau tidak itu terserah pada diri masing-masing.
    Mengucapkan selamat Natal atau ikut merayakannya (memperingati) itu HARAM hukumnya bagi kita umat islam alasannya karna itu merupakan penyelewengan aqidah kita sebagai umat islam. Itu pendapat yang saya pegang selama ini.
    Kenapa dikatakan penyelewengan aqidah, alasannya karna dengan mengucapkan selamat natal berarti kita telah mengucapkan selamat atas lahirna Tuhan yesus.
    Lalu ada sebagian umat islam yang berkata kita tidak memperingati natal melikan kita memperingati lahirnya nabi Isa ‘alaihissalam, pendapat yang kedua ini juga keliru karna nabi ‘Isa ‘alaihissalam atau yang didsebut yesus oleh umat nasrai tidak dilahirkan tanggal 25 Desember. Lalu siapa sebenernya yang dilahiran tanggal 25 Desember iru???!

    Link di bawah ini merupakan penjelasan dari seoran mantan biarawati yang faham dan tau betul sejarah natal. semoga Allah membukakan pemahaman kita yang samar-samar untuk bisa mengatakan bahwa yang hak itu hak dan yang bathil itu bathil. Ammin..
    Wassalamu’alaikum wr wb

  14. memang kt wajib percaya kepada rasul2 Allah. Masalahnya jika kt mengucapkan, berarti kt percaya bahwa Nabi isa as. lhr pd tgl 25 des, Al Quran saja menyangkalny, masa kt menyetujui dgn mengucapkan selamat natal. Bukankah itw brsinggungan dgn akidah kt namany? Jd harusny menciptakan kerukunan tdk harus mengorbankan akidah. Toh dgn tdk mengganggu mereka saja itw sudah termasuk menjaga kerukunan dan toleransi antar agama.

Tinggalkan komentar