50.000 Pensiunan Belum Terima Uang Pensiun

Sekitar 50.000 mantan pegawai negeri sipil yang berhenti dari jabatannya karena berbagai alasan, mulai dari pemecatan hingga pindah kerja, belum menerima uang pensiun. Pemerintah menahan pembayarannya meskipun sebenarnya mereka berhak menerima uang pensiun itu. Sebab, para mantan pegawai negeri sipil (PNS) itu telah membayar iuran dana pensiunnya setiap bulan saat masih aktif sebagai PNS.

Direktur Utama PT Taspen Achmad Subianto mengungkapkan hal tersebut pekan lalu di Jakarta. Menurut Achmad, hasil perhitungan awal, dana yang bisa ditagih ke pemerintah sebesar Rp 79 miliar-Rp 175 miliar.

Ia menjelaskan, tagihan dana tersebut sudah dilaporkan kepada Departemen Keuangan (Depkeu) agar pencairannya segera diproses. “Para pensiunan itu berhenti dari PNS karena alasan yang tidak normal, tetapi tetap berhak menerima uang pensiun,” ujar Achmad.

Achmad menyatakan, ia telah menyampaikan masalah tersebut kepada Menteri Keuangan. “Beliau memahami hal tersebut,” ujar Achmad.

Taspen, kata dia, telah memperjuangkan pencairan dana para pensiunan tersebut dalam tujuh tahun terakhir ini. Pencairan atas dana pensiun para mantan PNS itu akan menjadi catatan sejarah tersendiri.

Perhitungan dana pensiun untuk para mantan PNS itu dimulai sejak PT Taspen didirikan 44 tahun lalu, yaitu pada 17 April 1963.

“Kalau tidak dicairkan, pemerintah menzalimi mereka. Kalau dananya diberikan, kami bisa menyampaikannya langsung kepada yang bersangkutan atau ahli warisnya,” ujar Bambang.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia P Nasution mengatakan, seluruh PNS yang memasuki masa purnakarya berhak atas dana pensiun.

Namun, menurut Mulia, khusus untuk PNS yang berhenti akibat kasus tertentu atau terlibat masalah, Depkeu harus memeriksanya terlebih dahulu.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Herry Purnomo mengatakan, pihaknya belum menerima permintaan pencairan dana pensiun bagi para mantan PNS itu. Hal tersebut karena proses di Direktorat Jenderal Anggaran belum tuntas.

Ia menjelaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun dibebani anggaran pembayaran dana pensiun sebesar Rp 2,4 triliun.

Beban itu terjadi karena pemerintah masih menganut sistem pembayaran dana pensiun secara pay as you go, yakni pembayaran didasarkan atas jumlah pegawai negeri sipil yang pensiun setiap tahunnya.

Oleh karena itu, Achmad menyarankan agar pemerintah segera menghentikan sistem tersebut dan menggantinya dengan sistem pembiayaan penuh atau fully funded.

Menurut Achmad, dengan sistem pay as you go, pemerintah harus mengeluarkan dana pensiun ke Taspen, selanjutnya Taspen membayarkannya kepada para pensiunan dalam waktu satu hingga lima hari kemudian.

Kebijakan seperti ini, menurut Achmad, mubazir. Sebab, dana sekitar Rp 2,4 triliun akan hilang tanpa memberikan nilai tambah apa pun kepada negara.

“Dengan sistem ini, dana pensiun yang dibayar pemerintah ke Taspen akan dibayarkan langsung 100 persen ke pensiunan dalam waktu singkat sehingga di sini tidak ada investasi,” tuturnya.

Sistem yang dilaksanakan sekarang tak akan membentuk Cadangan Keuangan Nasional karena dananya tidak mengendap, tetapi langsung dibayarkan kepada para pensiunan PNS.

“Taspen hanya menjadi juru bayar asuransi sosial,” ujar Achmad.

Sebaliknya, lanjut dia, jika pemerintah menggunakan sistem fully funded, akan ada dana yang diendapkan.

Dari dana itu, PT Taspen dapat menginvestasikannya ke berbagai fasilitas investasi, antara lain di pasar modal, pasar uang, atau properti.

Dalam sistem fully funded, pemerintah membayar iuran dana pensiun PNS sebagai pemberi kerja sebesar 10-12 persen dari nilai gaji pokok PNS selama 20-30 tahun. (OIN/kmps)

Tinggalkan komentar