Mengenang Rapat Stabilitas Harga Masa Orde Baru

Oleh ALWI SHAHAB

Sudah lebih sebulan harga kebutuhan pokok terus melambung. Tentu saja kenaikan harga yang tidak terbendung ini membuat masyarakat gelisah. Mengingat, kenaikan itu semakin memberatkan hidup mereka, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Kenaikan harga komoditas pertanian seperti hanya menunggu giliran, misalnya cabai, bawang, dan kini hampir merata.

Padahal dilihat dari jumlah, sebagian masyarakat Indonesia tercatat sebagai petani. Semakin menyedihkan ketika impor bahan makanan semakin banyak. 

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Bulog sempat berkuasa menjaga stabilitas harga-harga kebutuhan pokok. Instansi ini bertugas menjaga pasokan komoditas pokok untuk memantau dan menjaga stabilitas harga-harga kebutuhan pokok. Bulog yang kala itu belum menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mula-mula dipimpin oleh Achmad Tirtosudiro, kemudian Bustanil Arifin. Tugas Bulog akan lebih krusial saat menjelang puasa dan Lebaran. Mereka wajib memastikan persediaan bahan pokok sehari-hari tidak kekurangan pasokan.

Saat saya bertugas sekitar delapan tahun menjadi wartawan kepresidenan, masih teringat setiap hari Rabu di gedung Bina Graha, Presiden Soeharto memimpin Sidang Kabinet Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin).

Presiden Soeharto (sumber: tempo.co)

Hasil dari rapat ini bahkan sering kali disiarkan di satu-satunya stasiun televisi kala itu, TVRI. Di sidang-sidang inilah, para menteri bidang Ekuin melaporkan bidang-bidang mereka untuk kemudian mendapat pengarahan presiden. Di antara para menteri bidang ekonomi, keuangan, dan industri itu, saat saya bertugas di Istana, yakni Prof Widjojo Nitisastro yang juga ketua Bappenas, Ali Wardhana, Radius Prawiro, Prof Sumarlin, dan tentu saja Prof Sumitro Djojohadikusumo.

Setiap sidang harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari tidak pernah lepas dari pembahasan. Bulog selalu memberikan laporan yang menyangkut persediaan dan harga. Kegiatan desa melalui koperasi juga masih sering digembar-gemborkan. Presiden kedua itu menginstruksikan Bulog membangun gudang-gudang di wilayah pedesaan untuk menampung padi/beras hasil para petani. Sepanjang 12 tahun sejak terjadinya krisis pangan 1972, pemerintah terus memacu sektor pertanian yang ditopang oleh koperasi.

Tahun 1984 membawa Indonesia mampu mencapai swasembada pangan. Tahun 1985 Pak Harto di Roma, Italia, mendapat undangan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) atas keberhasilan Indonesia swasembada pangan. Disusul tahun 1986 dianugerahi penghargaan FAO.

Presiden Soeharto membuka panen raya padi pada tahun 1990. FOTO/Soeharto.co

Pembangunan pun harus sesuai koridor yang sering-sering disebut dengan Trilogi Pembangunan, yakni stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan. Ketiganya bisa bertukar prioritas sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.

J.B. Sumarlin, menteri Penertiban Aparatur Negara yang pernah ditunjuk sebagai menteri Perdagangan dan Koperasi ad interim, juga sering melakukan inspeksi mendadak ke pasar-pasar. Tujuannya, tentu untuk mengingatkan Bulog dan instansi terkait lainnya agar jangan menghambat pasokan-pasokan yang diperlukan pasar.

Sumarlin dalam wawancara dengan Pewaris (Persaudaraan Wartawan Istana 1966-1986) untuk sebuah buku menuturkan bahwa soal kestabilan harga pangan menjadi perhatian besar Pak Harto. Instansi yang dipimpinnya, yakni Departemen Perdagangan dan Koperasi, antara lain, bertugas untuk menstabilkan harga.

Menurut Sumarlin, saking pentingnya isu kestabilan harga bahan makanan di tiap Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekuin, hal inilah yang tak pernah luput ditanyakan orang nomor satu saat itu. Ia menyadari bahwa kestabilan harga bahan makanan akan berdampak pada banyak aspek, baik stabilitas politik maupun pertumbuhan ekonomi.

Wallahu a’lam

***Disadur dari Harian Republika edisi 22 Juli 2013. Alwi Shahab adalah wartawan Republika sepanjang zaman. Beliau wafat pada 2020.

kembali ke atas | indeks pilihan | download


Sumber: facebook Alitik Studio

Facebook Arlingga Panega

Tinggalkan komentar