Tarif Listrik Progresif Pelanggan PLN Mulai Berlaku

Dalam rangka menghemat subsidi listrik, pemerintah melalui PLN memberlakukan tarif progresif kepada semua pelanggan, baik rumah tangga, bisnis maupun instansi pemerintah. Artinya, bagi pelanggan yang bisa berhemat berhak mendapatkan insnetif atau potongan tarif. Sebaliknya, bagi pelanggan yang boros, mereka akan dieknai disinsentif berupa tarif yang lebih mahal.

Pemberlakuan tarif listrik progresif dengan sistem pemberian insentif (pemberian diskon) dan disinsentif (penambahan beban pembayaran) bagi pelanggan PLN mulai berlaku perhitungannya untuk pemakaian bulan Maret 2008 ini. Sedangkan tagihannya dilakukan pada bulan April 2008.

Insentif berupa pengurangan tagihan diberikan apabila pemakaian energi (kWh) per bulan di bawah 80% batas kWh pemakaian listrik rata-rata nasional yang ditetapkan.

Disinsentif diberikan kepada pelanggan yang pemakaian energi (kWh) per bulannya melebihi 80% batas kWh pemakaian listrik rata-rata nasional yang ditetapkan.

Mekanisme tarif progresif ini ditentukan berdasarkan pemakaian rata-rata semua golongan pelanggan nasional selama tahun 2007.

Tabel Batas Maksimum Jam Nyala/Pemakaian kWh per Bulan

Golongan Tarif Rata-Rata Nasional Batas Maksimum
R1 – TR (s.d 450 VA) 75 kWn 60 kWh
R1 – TR (900 VA) 115 kWh 92 kWh
R1 – TR (1300 VA) 197 kWh 158 kWh
R1 – TR (2200 VA) 354 kWh 283 kWh
R2- TR (2201 – 6600 VA) 159 jam nyala 127 jam nyala
R3 – TR (6601 – 197.000 VA) 122 jam nyala 98 jam nyala
B1 – TR (s.d 450 VA) 70 kWn 56 kWh
B1 – TR (900 VA) 131 kWh 105 kWh
B1 – TR (1300 VA) 187 kWh 150 kWh
B1 – TR (2200 VA) 290 kWh 233 kWh
B2- TR (2201 – 197.000 VA) 118 jam nyala 94 jam nyala
P1 – TR (s.d 450 VA) 89 kWn 71 kWh
P1 – TR (900 VA) 121 kWh 97 kWh
P1 – TR (1300 VA) 199 kWh 159 kWh
P1 – TR (2200 VA) 320 kWh 256 kWh
P1- TR (2201 – 197.000 VA) 125 jam nyala 100 jam nyala
P3 – TR 335 jam nyala 268 jam nyala

Berdasarkan data ini, rata-rata pemakaian pelanggan golongan R1 450 VA adalah 75 kilowatt hour (kWh), R1 900 VA sebesar 115 kWh, R1 1.300 kWh sebesar 201 kWh, R1 2.200 VA sebesar 358 kWh. Untuk golongan R2 (2.200 – 6.600 VA) sebesar 650 kWh dan R3 (> 6.600 VA) sebesar 1.767 kWh. Dari data tersebut, PLN menentukan angak 80% dari rata-rata pemakaian.

Berikut tabel batas insentif dan disinsentif pelanggan

GOLONGAN INSENTIF DISINSENTIF
R1 (450 VA) < 60 kWh > 60 kWh
R1 (900 VA) < 92 kWh > 92 kWh
R1 (1.300 VA) < 160,8 kWh > 160,8 kWh
R1 (2.200 VA) < 286,4 kWh > 286,4 kWh
R2 (2.200 – 6.600 VA) < 520 kWh > 520 kWh
R3 (> 6.600 VA) < 1.413,6 kWh > 1.413,6 kWh

Dari tabel di atas, misalnya jumlah pemakaian listrik pelanggan R1 – 450 VA pada bulan Maret di bawah 60 kWh, maka pelanggan tesebut akan mendapatkan insentif berupa pemotongan tarif. Sebaliknya, jika konsumsinya melebihi 60 kWh, akan dikenai disinsentif atau tarif yang lebih mahal.

Formula Insentif
Ins = 20% x kWh ins x He

dimana
kWh ins = kWhRN – kWhPP
kWhRN : kWh pemakaian rata-rata nasional
kWhPP : kWh pemakian pelanggan
He : tarif tertinggi pada golongan pelangan maksimum

Formula Disinsentif
Dis = 1,6 x kWh dis x He

dimana
kWh dis = (kWhPP – 80% kWhRN)

Perhitungan insentif ini adalah 20% dari selisih pemakaian rata-rata nasional dengan pamakaian pelanggan dikalikan tarif listrik. Sedangkan formula perhitungan disinsentif adalah 1,6 dikali selisih pemakaian pelanggan dengan 80% rata-rata pemakaian nasional dikalikan tarif listrik.

Berikut contoh perhitungan insentif:
Misalnya pelanggan R1 (450 VA), dengan jumlah pemakaian listrik bulan Maret sebesar 50 kWh. Perhitungannya adalah 20% x (75 kWh – 50 kWh) x Rp530 = Rp2.650.
Nilai Rp2.650 ini adalah jumlah potongan (insentif) pelanggan tersebut. Rp530 adalah harga tarif dasar listrik untuk R1 yang paling mahal.
Jadi, jumlah yang harus dibayarkan pelanggan ini adalah (50 kWh x Rp530) – Rp2.650 = Rp26.500 – Rp2.650 = Rp23.850.

Berikut contoh perhitungan disinsentif:
Misalnya jumlah pemakaian pelanggan R1 (450 VA) sebesar 90 kWh. Perhitungan nilai disinsentifnya adalah 1,6 x (90 kWh – 60 kWh) x Rp530 = Rp25.440.
Jumlah yang harus dibayar pelanggan ini adalah (90 kWh x Rp530) + Rp25.440 = Rp47.700 + Rp25.440 = Rp73.140.

Dengan pola tarif baru seperti ini, PLN mengharapkan para pelanggan bisa berhemat dalam menggunakan listrik. Sebab, subsidi listrik yang dialokasikan pemerintah juga terbatas, dan penghematan merupakan salah satu jalan untuk mengurangi subsidi. Untuk itu, pelanggan yang sudah berhemat akan mendapatkan insentif, sedangkan pelanggan yang boros mendapatkan disinsentif. Akankah ini merupakan KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK TERSELUBUNG??? Wallahua’lam [infokito]

21 pemikiran pada “Tarif Listrik Progresif Pelanggan PLN Mulai Berlaku

  1. Ping balik: Tarif Listrik Progresif Pelanggan PLN Berlaku Maret 2008 | Media Alumni Teknik Kimia UNSRI

  2. Kok perhitungannya diambil dari tarif tertinggi untuk seluruh KWH pemakaian …

    Setahu saya ada hitungan tarif per KWH tersendiri inutk 20 KWH pertama (LWBP I) dan 40 KHW (LWBP II) .. kemudian sisanya baru dikenakan tarif tertinggi (LWBP III) …

    Mana yang benar ?

  3. Saya sudah hitung dengan TDL yang lama, rupanya PLN menaikan secara langsung 30% s/d 50%. Ini namanya pemerasan Rakyat Kecil, karena pemaikaian listrik terboros ada di Jalan, Hotel, Apartemen, dan Tempat keramaian.. Rakyat kecil tidak mungkin punya peralatan listrik yang mahal.. Coba deh pikir ulang lagi, bagaimanapun kalau menyengsarakan rakyat kecil khan ada balasannnya. Kalau mau fair harusnya PLN melakukan survey Lapangan. Masak rakyat kecil gak boleh nyalain TV, Radio, kipas Angin dan harus pake lampu doang..

  4. Ini sih akal-akalan pemerintah untuk mendapat uang sebesar-besarnya dari rakyat. Vampir, lintah, gitu lho….:)

    Sebenarnya konsumsi listrik rakyat Indonesia sudah sangat rendah dibanding dengan negara-negara tetangganya. Apa kita harus kembali ke zaman batu?

    http://infoindonesia.wordpress.com/2008/02/28/indonesia-kaya-migas-ekspor-migas-dan-kekurangan-migas/#more-50

    Indonesia dilanda krisis energi. Negara Indonesia kaya dengan minyak, gas, dan batubara. Toh rakyat kekurangan minyak dan gas. Sering rakyat menghabiskan waktu berjam-jam dan tenaga hanya untuk antri minyak tanah dan gas. PLN pun sering padam. Akibatnya pabrik-pabrik dan kantor berhenti beroperasi. Karyawan dan buruh menganggur.

    Rakyat diminta menghemat pemakaian energi. Padahal menurut Faisal Basri di Kompas, konsumsi listrik Indonesia sudah paling rendah di banding negara2 ASEAN lainnya, bahkan Cina. Pemakaian listrik di Indonesia hanya 400 kWh, sementara Filipina 500 kWh,Thailand 1.500 kWh, dan Malaysia 2.700 kWh.Ketersediaan listrik bagi rakyat Indonesia pun masih rendah, hanya sekitar separuh dari seluruh rumahtangga yang ada. Bandingkan dengan Vietnam yang sudah 79 persen, Filipina 80 persen, Thailand 84 persen, dan China 99 persen. Di antara 12 negara sekawasan, Indonesia menempati juara 11.

    Nah kalau mau hemat lagi, pabrik-pabrik bisa ditutup. Anak-anak belajar pakai lampu yang burem atau kalau perlu dilakukan pemadaman bergilir.

    Di sisi lain, perusahaan Multi National Company yang mengelola migas dan pemerintah Indonesia gencar mengekspor minyak dan gas ke luar negeri sehingga rakyat di dalam negeri justru kekurangan. Tahun 2006 ekspor minyak mentah 135.188.256 barrel lebih, hasil kilang minyak 37.193.120 barrel, LPG 289.697metric ton lebih, LNG 1.176.287.570 MBTU lebih dan gas bumi 280.051.

    Jadi yang tidak hemat itu siapa?

  5. Sepertinya ini adalah cara lain untuk menaikan harga listrik. Mudah-mudahan dengan ini PLN semakin memberikan layanan yang lebih baik.

    ** kalo listrik mati, apakah akan ada reduksi juga **

  6. wah satu lagi tarif naik! Apakah memang benar PLN itu merugi dengan kesejahteraan karyawannya yang seperti itu.

  7. wah…PLN ga pro rakyat nih…

    di atas aja konflik masalah beginian…

    kata pak yusgiantoro, yang kaya doang yang bakal kena..(kayanya ga mungkin deh)

    kata seorang anggota dpr, ini peraturan ga pro rakyat!

    ah, insentif – disinsentif…
    sama aja..
    yang untung kalo kita hemat.
    kalo boros? bayar lebih…
    kasian kalo ada usaha kecil yang perlu listrik cukup banyak..
    jadi bayarnya bakal mahalan..dan ngga balik modal jadinya

    huh

  8. Ping balik: Tarif Listrik Progresif Pelanggan PLN Mulai Berlaku « Java Studio

  9. Ping balik: Tarif Listrik Progresif Pelanggan PLN Mulai Berlaku « Yanto’s Weblog

  10. Maaf ya.. ikutan komen nih 🙂
    Tarif PLN itu pake blok pemakaian.. jadi blok I sekian kWh bayarnya berapa, kalo terlampaui lanjut ke blok II sekian kWh bayarnya berapa, terlampaui lagi lanjut ke blok III yang tarifnya paling tinggi.. mirip kayak bayar PAM. Itu untuk golongan tarif Rumah Tangga R-1, dan masih dibedakan lagi untuk pemakaian daya R1-450 VA, R1-900 VA, dst. Untuk gol. tarif Sosial tertentu, Bisnis dan Industri beda lagi. Jadi gak benar kalo tarif listrik itu sama rata.
    Insentif-disinsentif itu sejatinya bertujuan edukasi ke masyarakat agar mulai menyadari bahwa energi listrik mahal dan harus digunakan seperlunya.
    Mungkin jelasnya bisa jalan-jalan ke http://prihatini.com
    Semoga bisa jadi diskusi yang bermanfaat buat kita 🙂

  11. E’ek lah PLN…!!!
    kalo maw naikin TDL ngomong ajah!!, ga usah pake tarif-tarifan segala…emangnya operator selular pake tarif nol koma(0,0000…1)
    Penipuan massal taw!!!

    Sekedar info, tempatku pake R1 2200W pemakaian per bulannya bisa 623Kwh. Hebat ga?!

  12. saya mo ada pertanyaan:
    1. koq insentif cuma 20%, sedangkan untuk disinsentif 60%? kalau mau adil 20%-20% / 60%-60%.
    2. bagaimana dengan petugas pencatatan yang cuma main tembak aja? bisa-bisa bulan maret di gabung semua…. bangkrut dong…

    ada yang punya komen?

  13. kalo dihitung persentase, saya yang cuman usaha warnet saja, tagihan jadi melonjak 100% dgn pemakaian yg sama dgn bulann lalu, apalagi usaha2 lain spt pabrik tekstil dll…. saya rasa peningkatan tagihannya bisa lebih dari 100% , ini namanya bukan kenaikan ! tapi lonjakan!

  14. @Adit (komen no.18): Iya hebat, saya juga R1-2200 tapi pemakaian sebulan sekitar 100-an kWh 🙂 . Cuma punya bohlam, TV dan kulkas.
    Maaf ya, emang ini di dunia maya, tapi sopan santun itu penting kan? 😉

    @all: Sebaiknya sebelum komen/beropini, kita search banyak referensi dan filter terlebih dahulu, terutama kita cari info dari ‘objek’ beritanya. Satu artikel hanyalah satu pendapat yg bisa aja subyektif.
    Anyway, topik ini juga udah gak relevan untuk didebatkan karna toh kebijakan insentif/disinsentif itu udah dibatalin 🙂

Tinggalkan komentar